Penerapan E-Voting pada Pilkades di Kabupaten Sleman

- March 10, 2021


Penyelenggaraan pemilihan kepala desa  merupakan pesta demokrasi  di tingkat desa, yang dilakukan oleh warga desa dalam memilih pemimpinnya  secara mandiri sesuai dengan hati nurani sebagai perwujudan proses demokratisasi dengan pemilihan secara langsung di desa. Pemilihan kepala desa (Pilkades) sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang kemudian pelaksanaannya berpedoman pada  Permendagri Nomor 17 Tahun 2017 tentang  pemilihan  kepala desa
Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman telah memiliki regulasi tentang tatacara pemilihan kepala desa, dimulai dari Perda Nomor 3 Tahun 2007, Perda Nomor 1 Tahun 2014, namun   seiring dengan diterbitkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka Perda tersebut sudah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian pada Tahun 2015 pemerintah daerah kembali menetapkan Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa yang kemudian dirubah lagi dengan Perda No. 8 Tahun 2017 tentang perubahan (pertama) atas Perda Kabupaten Sleman   Nomor 5 Tahun 2015. Sebagaimana diketahui sejak tahun 2018 terdapat 2 jabatan kepala desa telah kosong, dan pada tahun 2019 ada 33 kepala desa telah habis masa jabatannya sedangkan tahun 2020 sebanyak 14 kepala desa. Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman telah merencanakan pemilihan kepala desa secara serentak untuk 49 desa dengan mengacu pada perubahan (kedua) atas Perda Kabupaten Sleman Nomor 5 Tahun 2015. 

 

Penerapan pemilihan elektornik (e-voting) 

Pemilihan kepala desa pada tahun 2020 akan dilakukan dengan pemilihan secara elektornik (e-voting). Pelaksanaan Pilkades dengan e-voting yang akan dilaksanakan secara serentak di Kabupaten Sleman ini,  sangat berbeda dengan pemilihan kepala desa sebelum-sebelumnya, jika pada pilkades serentak pada tahun 2015 pemilih harus membawa undangan yang kemudian ditukar kartu suara di TPS dan mencoblosnya dibilik suara, kemudian dilakukan penghitungan secara manual yang memakan banyak waktu, maka pada pilkades serentak tahun 2020 tidak diperlukannya lagi kartu suara, perhitungan kartu suara dan kotak suara. Dengan metode e-voting kartu suara sudah ada dalam bentuk file dan demikian pula proses perhitungan suara hasil Pilkades secara otomatis terhitung dalam   rekapitulasi hasil pemilihan. 

Pelaksanaan Pilkades dengan menggunakan metode e-voting ini akan memberikan keuntungan, dari sisi waktu akan lebih efisien karena banyak memangkas tahapan kegiatandari berkurangnya  proses pencetakan, penyusunan kartu suara hingga perhitungan kartu suara, dengan demikian maka material yang dipergunakan dan sumber daya manusia pun semakin ringkas dan hemat. Secara teknis, pemilih ketika datang akan menyerahkan KTP-EL ke petugas, kemudian dilakukan pemindaian oleh petugas, setelah data dipastikan benar, pemilih diberikan sebuah smartcard kemudian didalam bilik suara pemilih melakukan pemindaian terhadap smarcard yang kemudian menampilkan kandidat calon kepala desa, pemilih tinggal menyentuh layar untuk memilih calon, setelah yakin dengan pilihannya kemudian  melakukan verifikasi. Dengan metode e-voting ini akurasi bisa di jamin sehingga proses kesalahan dalam memberikan suara dapat diminilisir, demikian pula waktu pelaksanaannya sejak persiapan sampai dengan tahap pengesahan hasil tidak memerlukan waktu  lama sehingga masyarakat dapat melihat hasil pelaksanaan pilkades dengan cepat, bahkan panitia penyelenggara Pilkades segera dapat menetapkan Kades terpilih jika tidak terjadi tuntutan atau  persengketaan dalam pelaksanaannya 

Mengingat waktu pelaksanaan yang tinggal beberapa bulan kedepan, pemerintah daerah diharapkan segera menyiapkan perangkat keras maupun perangkat lunak untuk pelaksanaan pilkades tersebut, seperti telah diketahui bahwa pemerintah daerah telah menganggarkan untuk pengadaan alat e-voting sebesar 26 milyar belum termasuk anggaran pelaksanaannya, padahal hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang perubahan metode pemilihan kepala desa dari konvensional ke e-voting dari mencoblos berubah dengan menyentuh layar, bagaimana caranya meningkatkan  partipasi warga desa dalam menggunakan hak pilih, terutama bagi pemilih yang sudah lanjut usia dan buta sama sekali dengan penggunaan teknologi informasi. Demikian pula perlu penjelasan kepada masyarakat terkait dengan kekhawatiran dari sisi keamanan data, dengan penerapan teknologi e-voting maka semua kegiatan yang dilakukan pemilih akan tercatat dengan rapi didalam database, kapan ia datang, melakukan pemindaian dan memberikan pilihan kepada siapa, sehingga harus ada garansi data tersebut tidak dibuka oleh orang yang tidak memiliki otoritas. Dengan demikian maka prinsip pemilihan yang langsung umum bebas dan rahasia (Luber) dan Jurdil tetap terpenuhi.