Masihkan kita berpihak kepada PETANI?

- February 06, 2020

Dalam benak kita sebenarnya ada kesadaran, bahwa selama ini peran para petani lah yang telah memberikan kontribusi yang nyata dalam kehidupan kita, karena dari petani kita bisa mendapatkan pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan kebutuhan paling dasar (primer) dari setiap manusia, kita masih bisa hidup tanpa kebutuhan yang lain, sandang (pakaian) maupun papan (rumah) tetapi kita tidak bisa hidup tanpa pangan. Namun kesadaran kita terhadap peran petani yang menjadi pahlawan pangan tersebut semakin luntur bahkan hilang, kita hanya tahu padi yang sudah beras dan dimasak menjadi nasi yang kemudian disajikan dimeja makan dan kita konsumsi tanpa kita mau peduli bagaimana jerih payah para petani berjuang untuk kita.
Seiring dengan laju pembangunan dan pertumbuhan penduduk nasib petani semakin terpinggirkan, salah satu penyebabnya adalah alih fungsi lahan yang semakin massif dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian sehingga menyebabkan lahan pertanian menyempit. Bila lahan pertanian semakin menyempit maka petani pun terancam kehilangan pekerjaan sehingga menyebabkan produksi beras menurun, disisi lain laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat yang menyebabkan kebutuhan beras tidak mencukupi sehingga pemerintah terpaksa impor. Ditambah lagi perubahan pola makan kebanyakan masyarakat kita akibat pemerintahan masa lalu yang membuka selebar-lebar kran impor terigu, sehingga menyebabkan beralihnya pola makan kita dari beras sebagai makanan utama ke terigu yang diimport dari negara-negara penghasil gandum seperti Australia dan Kanada.
Terkait dengan semakin menyempitnya lahan pertanian di Kabupaten Sleman baru saja dilakukan pembahasan oleh DPRD dan Pemeritah Daerah terkait dengan Raperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang muaranya juga diharapkan mampu melakukan perlindungan terhadap Petani khususnya dari sisi ketersediaan lahan pertanian, namun kebijakan pembuatan Raperda Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan tersebut belum menunjukkan keberpihakan Pemerintah Daerah secara serius dan hanya setengah hati terhadap Petani. Salah satu alasan keberpihakan terhadap Petani masih setengah hati tersebut adalah ketika Pemerintah Daerah lebih mendahulukan “perlindungan lahan pertanian” daripada “perlindungan petani” sehingga yang digunakan sebagai pijakan adalah UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan bukan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani.

Dari latar belakang tersebut diatas, perlu dibangun kesadaran bersama dari semua elemen masyarakat khususnya di Kabupaten Sleman, seluruh pemangku kepentingan terutama anggota DPRD yang seharusnya berdiri dibelakang rakyat yang mereka wakili dari daerah pemilihan masing-masing, tentang keberpihakan kita terhadap petani yang semakin hari semakin tidak jelas nasibnya. Berikut beberapa hal tentang petani yang harus kita jadikan renungan bersama untuk berpihak dan melakukan pembelaan: Pertama: Para petanilah yang gigih menyediakan pangan bagi kita semua, tidak hanya nasi saja, buah dan sayuran yang membuat tubuh kita sehat, semuanya juga ditanam oleh para petani. Mereka bekerja keras sejak menanam benih hingga memanennya. Kedua: Rata-rata petani di Kabupaten Sleman adalah bertani tanpa lahan, karena realitanya memang tidak memiliki lahan pertanian sendiri atau dengan kata lain mereka hanyalah buruh tani. Ketiga: Peluh keringat petani masih dibayar murah, penghasilan buruh tani di Kabupaten Sleman tidak lebih dari Rp.70 rb perhari coba dibandingkan dengan buruh pabrik maupun buruh bangunan. Keempat: Generasi penerus terancam punah, data BPS Sleman tahun 2013 (sensus pertanian) jumlah petani di Kabupaten Sleman dengan usia 45-54 tahun sebanyak 135,3 ribu dan mengalami penurunan pertahun sebesar 1 %, ditambah lagi semakin sedikit orang yang berminat menjadi petani. Mayoritas penduduk kita, terutama generasi muda enggan berkecimpung atau berusaha di sektor pertanian. Generasi muda saat ini lebih tertarik ke sektor industri dan jasa, bahkan hamper tidak ada anak-anak ketika ditanya cita-citanya menjawab, petani. Kelima: Akses para petani cenderung masih dipersulit, bukan hanya infrastruktur dan teknologinya yang masih sederhana dibandingkan negara-negara maju, akses terhadap kredit, pasar, dan permodalan juga masih tergolong rendah. Keenam: Kebijakan dari pemerintah terkait anggaran yang tidak berpihak pada petani, karena tidak populis dan hasilnya tida bisa dinikmati secara langsung, kita bisa bandingkan dengan anggaran untuk insfrastruktur yang begitu besar. Lihat anggaran gedung DPRD, renovasi kantor bupati, pembangunan jalan dll, sedangkan anggaran untuk pengendalian hama tikus saja masih belum sesuai dengan harapan petani. Wallahu a’lam

*Ketua LPPNU Kab. Sleman