Oleh: Wiratno
Wakil Bendahara PCNU Kab. Sleman
Bantuan hibah dan bantuan sosial (bansos) adalah dua buah rekening belanja Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang cukup ‘seksi’, karena banyak yang membutuhkannya. Banyak kepentingan yang perlu diakomodir, baik kepentingan kesejahteraan masyarakat maupun kepentingan politik dalam arti luas. Di Kabupaten Sleman sebagaimana aturan yang berlaku pada Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD, dana hibah telah diberikan kepada Organisiasi-organisasi semi pemerintah seperti (PMI, KONI, KNPI, Pramuka, Korpri dan PKK) Organisasi Non Pemerintah seperti Ormas (NU, Muhamadiyah, IPHI, BatkoTPA, MUI dan LSM) dan masyarakat. Pada kasus pemberian dana hibah kepada organisasi non pemerintah seperti ormas keagamaan NU dan Muhamadiyah bantuan tersebut tidak bisa diberikan secara rutin tiap tahun, dan hanya diberikan setiap 2 tahun.Berdasarkan PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendagri 21 Tahun 2011, pemberian bantuan hibah dan bansos tersebut diperbolehkan. Namun secara spesifik baru diatur dengan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD. Lahirnya Permendagri ini, karena belum jelasnya aturan tentang pelaksanaan hibah dan bansos di daerah. Serta
banyaknya permasalahan hukum yang disebabkan karena ketidakjelasan dan ketidak tegasan aturan hukum tentang hibah dan bansos tersebut. Selain itu adanya kajian dan rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi tentang pemberian dana hibah pemerintah daerah ini.
Sebelum terbitnya Permendagri Nomor 32 Tahun 2011, biasanya praktek yang terjadi dalam pemberian dana hibah adalah sebagai berikut:
Definisi hibah dan bansos belum jelas dan tegas.
Dari sisi penganggaran & pelaksanaan belum tegas: hibah bansos masih dalam dua kondisi.
Pertama, penganggaran hibah bansos sudah pasti nama penerima dan besarannya, walaupun terkadang penentuan peruntukkan hibah bansos biasanya masih ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah yang terpisah dengan Perda APBD. Belum menjadi bagian dalam RKA.
Kedua, sebagian dana hibah bansos dalam dokumen anggaran masih bersifat gelondongan, biasanya hanya sampai jenis belanja dan tidak sampai rincian dan objek. (belum ditetapkan siapa penerimanya, belum sampai rincian objek). Seiring waktu pelaksanaan APBD, akan ditentukan peruntukkan dan siapa penerimanya. Dan kewenangan ini ada di eksekutif.
Adanya kecenderungan politik anggaran yang membesar dalam pemakaian hibah bansos, apalagi menjelang Pemilukada.
Masih mudahnya pertanggungjawaban hibah bansos
Sulitnya DPRD dalam melaksanakan fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan terkait dengan hibah dan bansos.
Dengan terbitnya Permendari 32/2011, telah terjadi perubahan hal yang sangat mendasar. Yaitu :
Semua penerima hibah harus dicantumkan dalam RKA SKPD dan RKA PPKD sampai dengan rincian objek. Artinya dalam menyusun RKA sudah harus dipastikan siapa penerimanya dan berapa besarnya. Yang selanjutnya setelah Ranperda APBD ditetapkan, kepala Daerah akan menetapkan Keputusan Kepala Daerah tentang Daftar Penerima Hibah Bansos.
Tidak dapat lagi menganggarkan hibah bansos baik sebagian maupun keseluruhan dalam bentuk gelondongan (hanya sampai jenis belanja).
Dalam pemberian bantuan hibah dan bantuan sosial ini, kalau dianggarkan berupa uang dikategorikan ke dalam jenis belanja tidak langsung (tidak terkait secara langsung pada kegiatan pemerintah daerah (pemda)), atau dapat juga dianggarkan pada belanja langsung (terkait secara langsung dengan kegiatan pemda) kalau dianggarkan dalam bentuk pembelian barang atau kegiatan berupa jasa.
Belanja hibah, berupa uang atau barang dapat diberikan kepada pemerintah (instansi vertikal di daerah) atau pemda lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, dalam rangka menunjang penyelenggaraan urusan pemda, atau menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemda dalam urusan wajib dan urusan pilihan.
Sedangkan bansos adalah, bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat, individu, dan keluarga. Bertujuan untuk melindungi masyarakat dari risiko sosial. Dimana risiko
sosial dalam Permendagri 32 Tahun 2011 tersebut didefenisikan sebagai kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, bencana, atau fenomena alam, yang jika tidak diberikan belanja bansos akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
Sayangnya, bansos dan hibah konon disalahgunakan dengan ‘kreatif’ untuk politik pencitraan oleh kepala daerah/wakil, terutama Kepala Daerah In-cumbent yang mencalon kembali dalam ajang pemilukada untuk periode ke dua. Bisa juga disalahgunakan untuk para tim sukses yang dianggap telah berjasa dan dalam menggolkan kepala daerah/wakil yang sedang menjabat.
Berbagai praktik modus yang digunakan melalui penganggaran dalam APBD, sehingga peruntukannya banyak yang kurang tepat sasaran. Walaupun sebenarnya banyak masyarakat dan organisasi