Diantara akhlak mereka adalah tidak mengurusi kekurangan orang lain, melainkan berkaca pada kekurangan yang ada pada diri mereka sendiri,
Diantara akhlak mereka adalah tidak mengurusi kekurangan orang lain, melainkan berkaca pada kekurangan yang ada pada diri mereka sendiri, mengamalkan Firman Allah (SWT):
"Dan juga pada dirimu sendiri, maka apakah kamu lidak memperhalikan." (adz-Dzariyat : 21)
Juga mengamalkan hadits: "Beruntunglah bagi orang yang mengurusi aibnya sendiri dari pada aib orang lain." Begitu pula orang yang mencari tahu aib orang termasuk golongan syetan, yaitu jauh dari rahmat Allah (SWT) dan kekasih Allah (SWT) tidak merelakan dirinya menjadi demikian.
Zaid al-Qummi berkata: "Aku membaca dalam sebagian kitab suci Allah swt. berfirman: 'Hai anak Adam, aku menjadikan untukmu dua keranjang, satu keranjang di depanmu dan satu lagi di belakangmu. Keranjang yang ada di belakangmu di dalamnya adalah aib-aibmu sedangkan yang ada di depanmu, adalah aib aib orang lain. Maka jika kamu melihat yang di belakangmu tentu kamu tidak mengurusi yang di depanmu." Ia juga berkata: "Seseorang di antara kamu meyakini aibnya sendiri, namun demikian ia menyukainya dan membenci saudara sesama Muslim atas prasangka. Maka di manakah akalnya?"
Bakar bin Abdullah al-Mazni berkata: "Apabila kalian melihat orang yang mengurusi aib orang lain maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang musuh Allah swt. dan Allah swt. telah memperdayainya."
Bisyr al-Hafi berkata: "Suatu hal yang mengherankan manusia jika ada seseorang yang melanggar kehormatan saudaranya di belakang tetapi di depannya menampakkan diri mencintainya dan memujinya. Barang siapa menyangka bahwa Allah swt. mencintainya, sementara ia di belakang menjatuhkan kehormatan orang lain maka ia berdusta, sebab ia hakikatnya adalah syetan dan syetan adalah musuh Allah swt."
Yahya bin Muadz berkata: "Di antara keberakalan orang berakal adalah bahwa ia tidak mencela karena satu dosa. Sebab mungkin aku mencela seseorang dengan dosanya lalu aku mengalami dosa itu setelah dua puluh tahun."
Dikisahkan bahwa Isa a.s. berkata: "Janganlah melihat pada keburukan orang seakan kalian yang berkuasa, tapi lihatlah keburukan-keburukan kalian. Sebab kalian adalah hamba. Sebab manusia ada dua yaitu yang mendapat cobaan dan yang selamat dari cobaan. Maka bersabarlah jika mendapat cobaan dan bersyukurlah kepada Allah swt. jika memperoleh keselamatan."
Rabiah Adawiyah berkata: "Sesungguhnya apabila hamba merasakan cinta kasih Allah swt., maka dia memperlihatkan keburukan-keburukan amal perbuatannya lalu ia memperdulikannya, tidak mengurusi kesalahan orang lain."
Mujahid berkata: "Seandainya sebuah gunung berbuat jahat terhadap gunung lainnya tentu yang berbuat jahat itu akan berguncang."
(Saya katakan) Di antara yang seyogyanya dipahami adalah sikap berserah diri seorang hamba, kepada Allah swt. bahwa orang yang berbuat zalim akan dibinasakan dengan kezalimannya. Yang demikian itu lebih besar kebinasaamya dari pada menghadapinya dengan perlawanan keras secara lahiriah. Apabila itu ditinggalkan secara lahiriah, hadapilah dengan yang lebih keras dalam batin. Maka bagi orang yang diperlakukan tidak baik hendaknya tidak membalas dengan perbuatan yang sama melainkan memohon kepada Allah agar tidak dibalas karenanya. Wallahu a'lam
Amirul Mu'minin Umar bin Khattab r.a. berkata: "Semoga Allah swt. memberi rahmat kepada orang yang mau menunjukkan keburukanku."
Abdullah at-Taimi berkata: "Orang tidak mencela orang lain kecuali ia mempunyai kelebihan cela."
Asy-Sya'bi berkata: "Barang siapa mencari-cari keburukan orang lain maka ia tetap tidak punya teman."
Dikisahkan bahwa orang-orang datang kepada Amirul Mu'minin Ali r.a. dengan membawa seorang laki-laki yang mempunyai kesalahan sementara orang-orang di sekelilingnya banyak sekali seperti kerumunan belalang. Lalu Ali berkata kepada mereka: "Demi Allah, bahwa setiap orang yang melakukan kesalahan ini di antara kamu hendaklah pergi." Lalu mereka semua pergi. Maka peliharalah lisan Anda, saudaraku. Sebab orang yang merobek saku orang, mereka akan menyobek sakunya. Janganlah melupakan diri anda. apabila anda melihat keburukan saudara seagama anda, melainkan wajib bagi anda menjadikan itu pengingatakan keburukan anda sendiri. Sebab percikan Lumpur yang dapat mengenai orang lain, dapat juga mengenai anda. Dalam hadits dikatakan: "Barang siapa mencela saudaranya karena suatu dosa maka ia tidak meninggal dunia hingga ia melakukan dosa itu."
(Saya katakan) Apabila Allah memperlihatkan anda keburukan seseorang melalui penyingkapan rahasia, maka beristighfar lah kepada Allah swt., sebab itu hakikatnya adalah penyingkapan syetan.
Dermawan dan Berkepribadian Kokoh di antara akhlak mereka adalah banyak memberi dan memiliki kepribadian kuat, sebagai pengamalan akhlak Rasulullah saw., para sahabatnya, dan para 'ulama yang salih. Orang yang tidak memiliki sifat kedermawanan dan kepribadian yang kuat tidak ada padanya kebaikan meskipun orang itu ahli ibadah.
Hasan Bisri pernah ditanya tentang kepribadian yang kuat, lalu ia menjawab: "Itu ialah meninggalkan yang tercela di sisi Allah swt. dan di sisi manusia."
Para ulama telah sepakat mengenai keharusan berkepribadian kuat dan bersikap dermawan dalam menempuh jalan menuju kepada Allah swt. Tidak memiliki dua sifat itu adalah salah satu tanda orang munafik.
Dalam hadits dikatakan, "Dan akan datang suatu masa kepada manusia di mana kepribadian yang kokoh telah menjadi langka, akhlak diabaikan dan laki-laki berhasrat pada laki-laki dan perempuan berhasrat pada perempuan. Apabila yang demikian telah ada maka nantikan adzab pagi dan sore."
Amir bin Ash r.a. pernah ditanya tentang pribadian yang kokoh, apa sebenarnya? Ia menjawab: "Itu adalah memahami benaran dan bergaul dengan saudara (sesama manusia) dengan baik."
Sari as-Saqati berkata: "Kepribadian kuat adalah menjaga jiwa dari kotoran-kotoran dari segala sesuatu yang mencemari pergaulan hamba di kalangan manusia serta memperlakukan manusia dengan adil dalam segala bentuk pergaulan. Barang siapa menambah dari yang demikian maka ia adalah seorang yang berlebihan."
Rabiah r.a. berkata: "Tidak termasuk kepribadian kuat jika seorang pedagang mengambil keuntungan dari teman dekatnya."
(Saya katakan) Sebaliknya, kepribadian kuat pada pedagang adalah jika ia rela mengambil keuntungan sedikit dari teman dekatnya, bukan tidak mengambil keuntungan sama sekali, sebab berdagang adalah mencari keuntungan duniawiah maupun akhirat.
Abu Abdullah Muhammad bin Araq ditanya tentang kepribadian yang kuat, apa itu? Ia menjawab: "Adalah Anda tidak melakukan perbuatan yang membuat Anda malu di dunai dan akhirat."
Abu Hurairah r.a. apabila ditanya tentang kepribadian yang kuat menjawab: "Itu adalah makan siang dan makan malam di halaman rumah bukan di dalamnya."
Hasan bin Kaisam menulis pada pintu rumahnya " Barang siapa masuk makan." Kaum salaf apabila salah seorang diantara mereka meminjam ketel untuk masak maka ketika mengembalikannya diisi penuh dengan makanan. Kadang kadang pemiliknya meminjamkannya dengan diisi makan dan mengatakan bahwa ia tidak suka meminjamkannya kosong. Al-Ashmu'i pernah ditanya tentang kepribadian yang kuat ia menjawab: "Makan yang disuguhkan, lisan yang manis tutur katanya, harta yang dibelanjakan, menahan diri dengan baik terhadap dosa dan menahan perilaku menyakitkan."
Diantara akhlak mereka adalah tidak mengurusi kekurangan orang lain, melainkan berkaca pada kekurangan yang ada pada diri mereka sendiri, mengamalkan Firman Allah (SWT):
"Dan juga pada dirimu sendiri, maka apakah kamu lidak memperhalikan." (adz-Dzariyat : 21)
Juga mengamalkan hadits: "Beruntunglah bagi orang yang mengurusi aibnya sendiri dari pada aib orang lain." Begitu pula orang yang mencari tahu aib orang termasuk golongan syetan, yaitu jauh dari rahmat Allah (SWT) dan kekasih Allah (SWT) tidak merelakan dirinya menjadi demikian.
Zaid al-Qummi berkata: "Aku membaca dalam sebagian kitab suci Allah swt. berfirman: 'Hai anak Adam, aku menjadikan untukmu dua keranjang, satu keranjang di depanmu dan satu lagi di belakangmu. Keranjang yang ada di belakangmu di dalamnya adalah aib-aibmu sedangkan yang ada di depanmu, adalah aib aib orang lain. Maka jika kamu melihat yang di belakangmu tentu kamu tidak mengurusi yang di depanmu." Ia juga berkata: "Seseorang di antara kamu meyakini aibnya sendiri, namun demikian ia menyukainya dan membenci saudara sesama Muslim atas prasangka. Maka di manakah akalnya?"
Bakar bin Abdullah al-Mazni berkata: "Apabila kalian melihat orang yang mengurusi aib orang lain maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang musuh Allah swt. dan Allah swt. telah memperdayainya."
Bisyr al-Hafi berkata: "Suatu hal yang mengherankan manusia jika ada seseorang yang melanggar kehormatan saudaranya di belakang tetapi di depannya menampakkan diri mencintainya dan memujinya. Barang siapa menyangka bahwa Allah swt. mencintainya, sementara ia di belakang menjatuhkan kehormatan orang lain maka ia berdusta, sebab ia hakikatnya adalah syetan dan syetan adalah musuh Allah swt."
Yahya bin Muadz berkata: "Di antara keberakalan orang berakal adalah bahwa ia tidak mencela karena satu dosa. Sebab mungkin aku mencela seseorang dengan dosanya lalu aku mengalami dosa itu setelah dua puluh tahun."
Dikisahkan bahwa Isa a.s. berkata: "Janganlah melihat pada keburukan orang seakan kalian yang berkuasa, tapi lihatlah keburukan-keburukan kalian. Sebab kalian adalah hamba. Sebab manusia ada dua yaitu yang mendapat cobaan dan yang selamat dari cobaan. Maka bersabarlah jika mendapat cobaan dan bersyukurlah kepada Allah swt. jika memperoleh keselamatan."
Rabiah Adawiyah berkata: "Sesungguhnya apabila hamba merasakan cinta kasih Allah swt., maka dia memperlihatkan keburukan-keburukan amal perbuatannya lalu ia memperdulikannya, tidak mengurusi kesalahan orang lain."
Mujahid berkata: "Seandainya sebuah gunung berbuat jahat terhadap gunung lainnya tentu yang berbuat jahat itu akan berguncang."
(Saya katakan) Di antara yang seyogyanya dipahami adalah sikap berserah diri seorang hamba, kepada Allah swt. bahwa orang yang berbuat zalim akan dibinasakan dengan kezalimannya. Yang demikian itu lebih besar kebinasaamya dari pada menghadapinya dengan perlawanan keras secara lahiriah. Apabila itu ditinggalkan secara lahiriah, hadapilah dengan yang lebih keras dalam batin. Maka bagi orang yang diperlakukan tidak baik hendaknya tidak membalas dengan perbuatan yang sama melainkan memohon kepada Allah agar tidak dibalas karenanya. Wallahu a'lam
Amirul Mu'minin Umar bin Khattab r.a. berkata: "Semoga Allah swt. memberi rahmat kepada orang yang mau menunjukkan keburukanku."
Abdullah at-Taimi berkata: "Orang tidak mencela orang lain kecuali ia mempunyai kelebihan cela."
Asy-Sya'bi berkata: "Barang siapa mencari-cari keburukan orang lain maka ia tetap tidak punya teman."
Dikisahkan bahwa orang-orang datang kepada Amirul Mu'minin Ali r.a. dengan membawa seorang laki-laki yang mempunyai kesalahan sementara orang-orang di sekelilingnya banyak sekali seperti kerumunan belalang. Lalu Ali berkata kepada mereka: "Demi Allah, bahwa setiap orang yang melakukan kesalahan ini di antara kamu hendaklah pergi." Lalu mereka semua pergi. Maka peliharalah lisan Anda, saudaraku. Sebab orang yang merobek saku orang, mereka akan menyobek sakunya. Janganlah melupakan diri anda. apabila anda melihat keburukan saudara seagama anda, melainkan wajib bagi anda menjadikan itu pengingatakan keburukan anda sendiri. Sebab percikan Lumpur yang dapat mengenai orang lain, dapat juga mengenai anda. Dalam hadits dikatakan: "Barang siapa mencela saudaranya karena suatu dosa maka ia tidak meninggal dunia hingga ia melakukan dosa itu."
(Saya katakan) Apabila Allah memperlihatkan anda keburukan seseorang melalui penyingkapan rahasia, maka beristighfar lah kepada Allah swt., sebab itu hakikatnya adalah penyingkapan syetan.
Dermawan dan Berkepribadian Kokoh di antara akhlak mereka adalah banyak memberi dan memiliki kepribadian kuat, sebagai pengamalan akhlak Rasulullah saw., para sahabatnya, dan para 'ulama yang salih. Orang yang tidak memiliki sifat kedermawanan dan kepribadian yang kuat tidak ada padanya kebaikan meskipun orang itu ahli ibadah.
Hasan Bisri pernah ditanya tentang kepribadian yang kuat, lalu ia menjawab: "Itu ialah meninggalkan yang tercela di sisi Allah swt. dan di sisi manusia."
Para ulama telah sepakat mengenai keharusan berkepribadian kuat dan bersikap dermawan dalam menempuh jalan menuju kepada Allah swt. Tidak memiliki dua sifat itu adalah salah satu tanda orang munafik.
Dalam hadits dikatakan, "Dan akan datang suatu masa kepada manusia di mana kepribadian yang kokoh telah menjadi langka, akhlak diabaikan dan laki-laki berhasrat pada laki-laki dan perempuan berhasrat pada perempuan. Apabila yang demikian telah ada maka nantikan adzab pagi dan sore."
Amir bin Ash r.a. pernah ditanya tentang pribadian yang kokoh, apa sebenarnya? Ia menjawab: "Itu adalah memahami benaran dan bergaul dengan saudara (sesama manusia) dengan baik."
Sari as-Saqati berkata: "Kepribadian kuat adalah menjaga jiwa dari kotoran-kotoran dari segala sesuatu yang mencemari pergaulan hamba di kalangan manusia serta memperlakukan manusia dengan adil dalam segala bentuk pergaulan. Barang siapa menambah dari yang demikian maka ia adalah seorang yang berlebihan."
Rabiah r.a. berkata: "Tidak termasuk kepribadian kuat jika seorang pedagang mengambil keuntungan dari teman dekatnya."
(Saya katakan) Sebaliknya, kepribadian kuat pada pedagang adalah jika ia rela mengambil keuntungan sedikit dari teman dekatnya, bukan tidak mengambil keuntungan sama sekali, sebab berdagang adalah mencari keuntungan duniawiah maupun akhirat.
Abu Abdullah Muhammad bin Araq ditanya tentang kepribadian yang kuat, apa itu? Ia menjawab: "Adalah Anda tidak melakukan perbuatan yang membuat Anda malu di dunai dan akhirat."
Abu Hurairah r.a. apabila ditanya tentang kepribadian yang kuat menjawab: "Itu adalah makan siang dan makan malam di halaman rumah bukan di dalamnya."
Hasan bin Kaisam menulis pada pintu rumahnya " Barang siapa masuk makan." Kaum salaf apabila salah seorang diantara mereka meminjam ketel untuk masak maka ketika mengembalikannya diisi penuh dengan makanan. Kadang kadang pemiliknya meminjamkannya dengan diisi makan dan mengatakan bahwa ia tidak suka meminjamkannya kosong. Al-Ashmu'i pernah ditanya tentang kepribadian yang kuat ia menjawab: "Makan yang disuguhkan, lisan yang manis tutur katanya, harta yang dibelanjakan, menahan diri dengan baik terhadap dosa dan menahan perilaku menyakitkan."