NU DAN MUHAMADIYAH DI KABUPATEN SLEMAN

- March 28, 2021


Sebagai salah satu pengurus MUI (Majelis Ulama Indonesia) Kabupaten Sleman -wakil sekretaris- dari perwakilan NU, sekaligus pengurus FKUB (Forum Kurukunan Umat Beragama) Kabupaten Sleman, dimana di dua organisasi tersebut bernaung beberapa ormas Islam diantaranya NU dan Muhamadiyah sebagai representasi umat Islam di Kabupaten Sleman -meski tidak menafikkan peran ormas Islam yang lain-, saya mendapatkan 'pencerahan' karena mendapatkan banyak ilmu yang tidak saya dapatkan ketika terjun langsung mengurusi NU dan dapat berinteraksi secara aktif dengan saudara saya yang Muhammadiyah. 
Satu hal yang luar biasa, dimana saya dapat ajur ajer tanpa sekat primordialisme dan fanatisme sempit keorganisasian, satu hal yang menggembirakan adalah ketika dapat menimba ilmu dari tokoh-tokoh muhamadiyah di Sleman sehingga apa yang biasanya disebutkan “kata-nya” maka saya mendapatkan sumber dari yang terpercaya.

Di Kebupaten Sleman NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi islam terbesar dengan mengantongi jumlah masing-masing ribuan angggota. keduanya mempunyai pengalaman kesejarahan amat kaya. Dan proses kristalisasi sejarah semakin mengutuhkan NU dan Muhammadiyah sebagai dua sosok organisasi sosial keagamaan yang disegani. Yang pertama sering disebut oleh para pengamat sejarah sebagai sebuah organisasi yang mewakili golongan muslim tradisional, sedang yang kedua sering dikatakan sebagai perkumpulan yang mewakili muslim modernis. Kalau NU lahir pada 31 januari 1926, maka Muhammadiyah lahir lebih awal empat belas tahun, yaitu pada 18 nopember 1912.

Melihat kematangan usianya yang telah melebihi usia kemerdekaan Republik Indonesia, keduanya jelas memiliki pengalaman interaksi dengan lanskap sejarah keindonesiaan yang lengkap dan utuh. Keduanya merupakan organisasi tujuh zaman. Keduanya sama-sama pernah menjalani masa penjajahan Belanda, Pendudukan Jepang, Revolusi Kemerdekaan, Demokrasi Parlementer, Demokrasi Terpimpin, Orde Baru, Dan Sekarang Era Reformasi.

Kedua organisasi memiliki berbagai perbedaaan pandangan dalam fiqih. Dalam masyarakat perbedaan paling nyata adalah dalam berbagi masalah furu’ (cabang). Misalnya Muhammadiyah melarang (bahkan membid’ahkan) bacaan qunut diwaktu shubuh, sedang NU mensunnahkan , bahkan masuk dalam ab’ad yang kalau tidak dilakukan harus melakukan sujud sahwi, dan berbagai masalah lain. Alhadulillah perbedaan pandangan ini sudah tidak menjadikan pertentangan lagi, karena kedewasaan dan toleransi yang besar dari keduanya. Perbedaan antara NU dan Muhammadiyah di seputar ibadah, sesungguhnya tidak masuk hal yang bersifat prinsip, misalnya dalam jumlah raka’at dalam shalat taraweh, menggunakan qunut dan tidak, mengawali ushalli dalam mengawali shalat atau tidak, shalat hari raya dimasjid atau dilapangan, shalat jumat menggunakan adzan sekali atau dua kali, pakai kopiah atau tidak dan lain sebagainya.

Di Kabupaten Sleman dari sisi jumlah pendidikan formal dari SD hingga SMA maupun Perguruan Tinggi yang dimiliki Muhamadiyah lebih banyak daripada NU, dan ini merupakan fenomena di banyak daerah-daerah lain. Di sisi lain NU memiliki kelebihan di pendidikan non formal keagamaan, dari data yang dimiliki Kantor Kemenag Kabupaten Sleman, sebanyak 142 Pondok Pesantren hingga tahun 2018. Dari 142 Pondok Pesantren tersebut 84 diantaranya adalah di bawah koordinasi NU, meskipun ada beberapa diantaranya dapat dikatakan hidup segan mati tak mau karena tidak memiliki santri lagi. Sedangkan yang dibawah koordinasi Muhammadiyah ‘hanya’ 30 an dan sisanya milik umum yang tidak berafiliasi ke organisasi keagamaan.

Dari sisi badan usaha juga demikian, Muhammadiyah memiliki banyak badan usaha yang bergerak di bidang lembaga syariah keuangan baik yang berupa BMT (baitul maal wa tanwil) maupun Koperasi berbasis syariah. Muhammadiyah juga memiliki usaha biro haji dan umroh dibawah koordinasi PDM Sleman, sedangkan NU Kabupaten Sleman tidak memilikinya. Wallahu a’lam