Dampak Sosial Pendirian Menara Telekomunikasi

- January 08, 2018
Dua kali saya diundang dalam rapat RT di kampung saya, kebetulan kemaren adalah rapat final untuk memutuskan dilanjutkan atau tidaknya pembangunan menara BTS (Base Transciever Station) di atas lahan seorang warga. Pak Heri, si empunya lahan tentulah merasa memperoleh berkah dari langit jika kontrak dengan salah satu vendor telekomunikasi besar di Indonesia itu jadi terlaksana. Dengan rencana lama kontrak 10 tahun, dan nilai sewa lahan pada kisaran 15-20 juta per tahun, ini rezeki yang luar biasa. Hanya menyewakan lahan seluas 7x7meter per segi saja! Bahkan menyewakan rumah dengan luas dua kali lipat-nya pun tak akan sebegitu mahal di wilayah sekitar Purwomartani Kalasan.
Dari beberapa kali pertemuan dengan para warga, dengan Ketua RT sebagai fasilitator, akhirnya disepakati bahwa pembangunan menara BTS tersebut boleh diteruskan dengan alasan didekat masjid kampung RT sebelah juga telah didirikan menara yang sama. Disamping itu ada ‘ganti rugi’ atau tali asih dari pihak vendor yang cukup lumayan sebagai pemasukan kas RT dan kas pemuda kampung, kompensasi yang diberikan kepada RT sebesar 20 juta dan kas pemuda sebesar 2 juta ditambah dari Pak Heri sebagai pemilik lahan memberikan bantuan sebesar 8 juta sehingga total 30 juta. Meski demikian keputusan tersebut tidaklah bulat karena masih ada beberapa warga yang merasa keberatan dengan pendirian menara BTS tersebut, sebagian ada yang merasa takut dengan dampak radiasi dan sebagian ada yang takut karena menara tersebut roboh atau tersambar petir, bahkan ada yang tidak setuju karena faktor kecemburuan terhadap pemilik lahan yang disewa.
Radiasi sinyal BTS berbahaya?
Untuk meyakinkan warga, perwakilan dari vendor membawa selembar surat rekomendasi hasil penelitian radiasi sinyal BTS oleh peneliti universitas ternama di Indonesia yang menyatakan bahwa sinyal BTS aman. Jika dibandingkan dengan sinyal televisi yang kita nikmati setiap hari, mulai bangun tidur hingga mau tidur lagi bahkan waktu kita kadang-kadang dihabiskan didepan televisi, pancaran sinyal BTS bahkan jauh lebih rendah. Memang ada pendapat berbeda mengenai dampak radiasi BTS. Pertama menyatakan bahwa radiasi BTS sangat kecil dan tidak berbahaya, sedangkan yang satu lagi mengatakan bahwa radiasi BTS sangat berbahaya dan dapat memicu kanker. Sayangnya masyarakat cenderung percaya pada pernyataan kedua. Seperti kasus beberapa waktu lalu yang terjadi di Pangukan tepatnya disamping kantor PCNU Kab. Sleman kebetulan saya ada didalam kantor tersebut, dimana terjadi ‘unjuk rasa’ dari wali murid sekolah PAUD, TK dan MI PCNU yang menolak akan didirikan tower seluler, karena ketakutan terhadap dampak radiasi gelombang elektromagnetik menara telekomunikasi tersebut akan berdampak kepada anak-anak meraka.
Berdasar penelitian WHO dan Fakultas Teknik UGM, pada pancaran gelombang dari BTS tidak terdapat radiasi yang membahayakan kesehatan manusia. Level batas radiasi yang diperbolehkan menurut standar yang dikeluarkan WHO (World Health Organization) masing-masing 4,5 Watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan frekuensi 900 MHz dan 9 Watt/m2 untuk 1.800 MHz. Sementara itu, standar yang dikeluarkan IEEE C95.1-1991 malah lebih tinggi lagi, yakni 6 Watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz dan 12 watt/m2 untuk perangkat berfrekuensi 1.800 MHz. (Budi Prasetya, 2007). Umumnya, radiasi yang dihasilkan perangkat-perangkat yang digunakan operator seluler tidak saja di Indonesia, tapi juga seluruh dunia, masih jauh di bawah ambang batas standar sehingga relatif aman.Sejauh ini protes dan kekhawatir masyarakat terhadap dampak radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan perangkat telekomunikasi seluler lebih banyak datang dari mereka yang tinggal di sekitar tower BTS. Sejauh ini belum ada satu pun keluhan atau kekhawatiran akan dampak radiasi itu yang datang dari para pengguna telefon seluler. Padahal, jika dihitung-hitung, besarnya daya radiasi yang dihasilkan pesawat telepon seluler jauh lebih besar daripada radiasi tower BTS. Memang betul, daya dari frekuensi pesawat handphone sangat kecil, tapi karena jaraknya demikian dekat dengan tubuh kita, dampaknya jauh lebih besar. Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil perhitungan menggunakan rumus yang berlaku dalam menghitung besaran radiasi.
Bagaimanapun dijaman yang serba IT ini kita tidak bisa lepas dari perangkat telekomunikasi, bahkan saat ini ponsel telah membantu hidup kita menjadi terorganisir, fungsi ponsel tidak hanya untuk menelpon dan mengirim pesan saja namun telah berkembang menjadi buku harian kita, sumber berita, mengaktualisasikan diri melalui media sosial, hiburan dll. Konsekuensinya BTS dengan persebaran yang semakin merata akan mendukung semakin sepatnya berkomunikasi karena sinyal yang menyebar merata dan kemajuan bidang sosial ekonomi dari lancarnya arus informasi antar warga maupun dengan dunia luar. Oleh karena itu vendor telekomunikasi, pihak pelaksana proyek bidang teknis maupun penelitian sebisa mungkin menepis kekhawatiran dampak buruk radiasi sinyal yang mungkin ditimbulkan serta memastikan keamanan tower BTS. Misalnya edukasi pada masyarakat bahwa setiap BTS sudah kokoh sehingga tidak mungkin roboh dan sudah dipasang anti petir. Wallahu a’lam.*
 * Wiratno, SE.,MM Pendiri Yayasan Dharma Bhakti Mulia