Siapa Merusak Citra Islam?

- January 08, 2007
Siapa Merusak Citra Islam?
Oleh Peter Rosler Garcia


Adakah pelaku-pelaku tertentu dari luar negeri yang mau merusak citra baik Islam dengan merekrut putra-putra Islam menjadi teroris? Siapa mereka? Untuk membongkar identitas pelaku misterius itu harus dilacak aliran dana kelompok teroris itu hingga tiba di tangan penerima pelaku teror setempat di Indonesia. Semua teroris membutuhkan dana besar untuk membiayai kegiatan mereka. Dengan mengikuti aliran dana yang mencurigakan, pemerintah Thailand misalnya bisa menangkap Hambali. Sudah jelas juga, bahwa kelompok teroris harus menggunakan sistem perbankan internasional. Tetapi di mana terletak sumber-sumber dana teroris itu?

Negara-negara semacam Irak (dulu), Iran, Suriah sulit sekali bisa menjadi sumber dana teroris. Mereka ketat diawasi dinas-dinas rahasia beberapa negara. Aliran dana yang berasal dari negara itu pasti terus dicurigai. Itu alasannya, sumber dana teroris harus dicari di negara lain. Satu nama yang berulang kali didengar tentu saja Saudi Arabia. Warga negara sekutu AS itu menanam modal di mana-mana, termasuk di AS dan di Jerman, menyimpan dana di mana-mana dan memindahkan dana ke seluruh dunia secara bebas sekali.

Negara itu cocok juga dari segi lain. Di Saudi Arabia ada banyak pengikut ekstremisme Islam bernama Wahabisme. Mereka melawan siapa saja yang tidak mau ikut tafsiran AlQuran mereka, apalagi ”orang kafir”. Kebanyakan teroris Islam ternama, termasuk Osamah Bin Laden, datang dari Saudi Arabia. Organisasi-organisasi Wahabi, yang sangat kaya US-Dollar, hasil ekspor minyak bumi, mengirimkan dana ke seluruh dunia Islam untuk membangun masjid, pesantren, madrasah dan lain-lain. Tetapi dolar itu tidak hanya berbau minyak bumi, juga berbau hasutan darah kerusuhan agama. Sang penerima uang diminta mendukung Syariah dan mengakhiri toleransi agama. Itu dibuktikan di beberapa negara Afrika, Asia dan bekas Uni Soviet. Mungkin saja, dengan menerima dana organisasi-organisasi itu, beberapa masjid dan pesantren di Indonesia sudah kena ekstremisme Wahabi itu.

Sudah jelas bahwa Saudi Arabia merupakan sarang terorisme paling berbahaya di dunia. Dengan begitu, Wahabisme-kah yang mau merusakkan citra baik Islam? Mengapa? Mereka mau benturan antarperadaban Barat dan Islam? Mengapa AS sampai sekarang mendukung Saudi Arabia? Dan mengapa AS menyerbu Irak yang punya resim sekuler dan tidak punya senjata pembunuh massal, dan bukan sumber utama terorisme di dunia, yaitu Saudi Arabia? Mengapa pemerintah AS melindungi Saudi Arabia yang nyata-nyata merupakan negara asal pembajak 9/11? Mengapa Washington merahasiakan bagian laporan Komisi Kongres Penyidik 9/11 yang membuktikan keterlibatan Saudi Arabia dalam peristiwa berdarah itu? Begitu banyak pertanyaan – dan tiada jawaban.
Bisa diduga, di sini ada udang di balik batu, tetapi udang berwajah iblis. Pasti dukungan AS kepada Saudi Arabia punya motif kurang baik. Mungkin hanya minyak bumi Saudi Arabia yang penting untuk Washington. Atau peran Saudi Arabia sebagai sarang terorisme lebih menguntung AS daripada merugikan AS. Apa saja alasannya, pemerintah AS sudah menjadi pendukung utama sumber terorisme nomor satu di dunia. Walaupun begitu, yang sangat sulit bisa dibuktikan adalah satu master plan (rencana strategis) Washington untuk merusakkan citra baik Islam. Pemerintah AS juga tidak berusaha keras untuk menyelesaikan konflik Arab-Israel di Timur Tengah, walaupun konflik itu juga adalah sumber terorisme internasional yang maha penting. Timbul ke-san, pemimpin AS memang lebih dungu atau lebih culas daripada yang bisa dibayangkan.

Tetapi siapa saja pihak di luar negeri yang mau merusak citra baik Islam tidak bisa berhasil tanpa dukungan kelompok pelaku di dalam negeri. Ekstremisme ideologi atau agama adalah tanah paling subur untuk terorisme. Dan ekstremisme bisa muncul di seluruh partai atau agama. Sejarah sudah membuktikan bahwa tiada kekecualian satu pun dari paradigma itu. Juga tiada umat agama apa saja yang bisa menghindarkan hal itu. Alasannya, umat terdiri dari kaum manusia, dan setiap orang bisa keliru atau salah memahami hakikat agama. Itulah esensi kaum manusia. Dialah yang memikirkan bahwa kaum manusia bisa mengerti hakikat agama tanpa kekeliruan ingin menyamakan orang dengan Allah. Dan itu satu dosa besar di semua agama.

Dalam sejarah Kristen, misalnya, dari abad ke-12 sampai abad ke-18 terjadi ”Inquisitio”: Kelompok ekstremis Kristen merajalela di banyak wilayah Eropa, melarang ilmu pengetahuan alam, menindas kaum Kristen liberal, mengusir orang Islam dan Yahudi, membunuh ribuan ”orang bida’ah”. Tetapi kebanyakan korban itu bukan orang bida’ah nyata, mereka hanya dituduh ”bida’ah” oleh musuh pribadi mereka. Hal itu mirip dengan situasi di Indonesia setelah G30S: Siapa saja bisa dituduh anggota atau simpatisan PKI. ”Inquisitio” adalah hasil tafsiran picik kata-kata buku suci yang tidak punya hubungan apa pun dengan hakikat agama Kristen yang berdasarkan atas cinta kepada orang lain.

Ekstremis juga ada di antara umat Yahudi. Dalam tahun 1995 mereka membunuh Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Kelompok Yahudi ortodoks mau mengusir orang Arab dari Palestina dan mengambil alih semua tanah mereka. Mereka sedang membangun gedung-gedung baru di tanah orang Palestina, dan mereka bertanggung jawab atas rencana pemerintah Israel yang mau memasukkan koloni-koloni Yahudi ortodoks di tanah Palestina ke dalam perlindungan tembok Israel. Mereka merasa berhak untuk bersikap begitu atas interpretasi agama Yahudi yang hanya berdasarkan kata-kata tetapi tidak atas inti buku-buku suci Yahudi.

Juga agama Islam tidak bebas dari tafsiran buku-buku suci yang harafiah. Terkadang di negara Islam, musik, foto dan film dilarang. Juga, ilmu pengetahuan alam atau sosial didiskriminasikan sebagai ”perbuatan Barat” yang kurang cocok dengan pemikiran Islam. Ekstremis Taliban di Afganistan melanggar kebanyakan hak asasi manusia bangsa mereka dan meledakkan patung Budha di Bamian, yang menjadi milik budaya seluruh kaum manusia. Beberapa kelompok Islam, misalnya, Wahabi di Saudi Arabia, merasa berhak membunuh ”kafir” tanpa memperhitungkan bahwa semua orang adalah sesama manusia. Kelompok ekstremis Al Qaeda sudah mengotori citra baik agama Islam di seluruh dunia dengan membantai ribuan orang tidak berdosa.

Dini hari sampai pemimpin-pemimpin Saudi Arabia lebih sadar bahwa citra baik Islam diancam oleh ekstremisme Islam. Di Konferensi Dewan Masjid Se-Dunia ke-19 di Makkah, Raja Saudi Arabia Fahd bin Abdul Aziz Ali Suud menyerukan para ulama Islam perangi pemikiran Islam ekstrem. Fahd menyebutkan bahwa masalah kebodohan yang dialami para pemuda kaum Muslimin telah dimanfaatkan oleh jaringan teroris untuk merekrut mereka. Jaringan apa? Pemerintah Saudi Arabia telah memecat lebih dari 700 imam masjid dan melarang 1.500 tokoh Islam lainnya untuk memberi pelajaran di masjid karena diduga ekstremis.

Dari segi itu penting sekali pemikiran aliran Islam di Indonesia yang menolak arabisme, wahabisme dan puritanisme, dan yang berpendapat bahwa Islam harus menerima budaya lokal sehingga tidak terkesan kaku dan rigid. Sesuai dengan pendapat mereka, upaya menjiplak Islam seperti yang berkembang di Timur Tengah amat tidak mungkin. Juga, Islam adalah ajaran yang toleran, inklusif, pluralis dan terbuka terhadap isu-isu kontemporer. Konsepsi Islam itu bisa menjadi perlindungan paling efektif kepada segala macam ekstremisme dari luar negeri. (Hamburg, 5 Oktober 2003).

Peter Rosler Garcia, Ahli Politik dan Ekonomi Luar Negeri, Hamburg, Jerman.

Sekian Semoga Berkesan


Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Abdul Ghafur Abu Syaifullah